DEFINISI
Penyakit hipertiroidisme atau hipertiroid adalah penyakit akibat kadar hormon tiroid terlalu tinggi di dalam tubuh.
Kelenjar tiroid terletak di bagian depan leher dan berperan sebagai penghasil hormon tiroid. Hormon ini berfungsi untuk mengendalikan proses metabolisme, seperti mengubah makanan menjadi energi, mengatur suhu tubuh, dan mengatur denyut jantung. Kerja dari kelenjar tiroid juga dipengaruhi oleh kelenjar di otak yang dinamakan kelenjar pituitari atau kelenjar hipofisis. Kelenjar hipofisis akan menghasilkan hormon yang dinamakan TSH dalam mengatur kelenjar tiroid untuk menghasilkan hormon tiroid
ANATOMI DAN FISIOLOGI

Kelenjar tiroid adalah kelenjar yang berada di kedua sisi bawah laring dan berada di anterior trakea. Kelenjar tiroid adalah salah satu dari beberapa kelenjar endokrin terbesar dengan berat 15 – 20 gram pada orang dewasa. Kelenjar ini memiliki dua lobus yang dihubungkan oleh ismus sehingga bentuk dan posisi anatomi tiroid memiliki peran fungsional. Masing- masing lobus mempunyai ukuran panjang 3 – 4 cm dan lebar 2 cm
ETIOLOGI
- Penyakit graves : sebuah gen menyebabkan mensitimu tiroid,lasi tiroid untuk memproduksi dan menyekresikan hormon tiroid secar berlebihan.
- Tiroid yang terinfeksi : Tiroiditis virus atau bakteri menginvasi tiroid, menyebakan pelepasan lebih banyak hormon tiroid.
- Tiroidis : masalah akut dan inflamasi. Tiroid kembali normal setelah mendapat terapi. : Inflamsi menyebabkan kelenjar tiroid melepaskan hormon tiroid yang tersimpan
- Nodul yang toksik ( adenoma), tumor, kanker tiroid : Tumor dan noduls dapat memproduksi lebih banyak hormon tiroid .
- Hipofisis terlalu aktif : penyebab yang sangat jarang sekali terjadi : memproduksi terlalu banyak TSH yang memicu terjadi kelenjar tiroid u/ melepaskan hormon tiroid.
- Penyait berat : respons alamiah tubuh untuk memperoduksi lebih banyak hormon guna mendapatkan energi.
- Zat toksik pajaan radiasi : menyababkan inflamasi yang melepaskan hormon tiroid yang disimpan.
PATOFISIOLOGI
Tirotoksikosis/Hipertiroidisme Tirotoksikosis merupakan sindrom klinis akibat peningkatan kadar hormon tiroid. Hipertiroidisme adalah tirotoksiko sis yang disertai dengan peningkatan jumlah hormon tiroid yang dihasilkan oleh kelenjar tiroid (Gambar 18-4). Terminologi tirotoksikosis dan hipertiroid sering digunakan bergantian. Penyebab tersering hipertiroidisme primer adalah penyakit Grave, goiter multinodular toksik, dan adenoma soliter toksik. Hipertiroidisme sentral (sekunder) lebih jarang terjadi dan disebabkan oleh adenoma hipofisis yang menyekresi TSH. Tirotoksikosis tidak selalu berkaitan dengan hipertiroidisme, seperti pada tiroiditis subakut, jaringan tiroid ektopik, dan konsumsi obat hormon tiroid secara berlebihan. Masing- masing kondisi mempunyai patofisiologi dan manifestasi tersendiri, namun tirotoksikosis memberikan gambaran klinis yang sama.
TANDA DAN GEJALA
- Penonjolan bola mata (exophthalmos) akibat perembesan lymphocytic
- Kelenjar tiroid (goiter) membesar akibat tumor yang menekan bola mata
- Berkeringat; kelebihan hormon tiroid menaikkan tingkat metabolisme
- Nafsu makan naik karena metabolisme meningkat
- Kecemasan akibat tingginya kadar hormon tiroid
- Berat badan turun karena metabolisme meningkat
- Perubahan siklus haid karena naiknya kadar hormon tiroid
KOMPLIKASI
- Penyakit Jantung
- Rapuhnya tulang
- Gangguan pada mata
- Pembengkakan dan kemerahan kulit
- Tirotoksikosis, kondisi terjadi karena peningkatan kadar hormon tiroid dalam darah yang memicu munculnya gejala
TEST DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan Laboratorium
- TSH (Thyroid Stimulating Hormone)
- Biasanya sangat rendah atau tidak terdeteksi pada hipertiroid primer.
- Free T4 (Thyroxine bebas)
- Meningkat signifikan.
- Free T3 (Triiodotironin bebas)
- Bisa lebih meningkat dibanding T4 (T3 toxicosis).
- T3 Uptake
- Meningkat pada hipertiroid.
- Antibodi tiroid
- TRAb (TSH receptor antibody): positif pada penyakit Graves.
- Anti-TPO (thyroid peroxidase antibody): dapat meningkat.
2. Pemeriksaan Penunjang Imaging
- USG Tiroid
- Menilai ukuran, nodul, atau peningkatan vaskularisasi.
- Thyroid Scan (Radioactive Iodine Uptake / RAIU)
- Difus meningkat pada penyakit Graves.
- Fokal meningkat pada toxic adenoma.
- Patchy uptake pada multinodular toxic goiter.
3. Pemeriksaan Fisik & Klinis
- Tanda vital: takikardi, hipertensi sistolik, peningkatan suhu.
- Pemeriksaan klinis: tremor, pembesaran kelenjar tiroid, eksoftalmus (khusus Graves).
4. Pemeriksaan Tambahan
- EKG → mendeteksi aritmia (misalnya fibrilasi atrium).
- Bone density test (DXA scan) → bila hipertiroid kronis, untuk menilai osteoporosis.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
- Intoleransi aktivitas
berhubungan dengan peningkatan metabolisme tubuh dan kelemahan otot, ditandai dengan cepat lelah, tremor, dan penurunan toleransi terhadap aktivitas. - Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan peningkatan metabolisme dan nafsu makan yang tidak seimbang, ditandai dengan penurunan berat badan meskipun nafsu makan meningkat. - Risiko ketidakseimbangan cairan: volume kurang
berhubungan dengan peningkatan pengeluaran cairan melalui keringat berlebihan dan diare. - Ansietas
berhubungan dengan peningkatan stimulasi sistem saraf simpatis, ditandai dengan gelisah, sulit tidur, mudah marah, dan tremor. - Gangguan pola tidur
berhubungan dengan hiperaktivitas metabolik dan perasaan cemas, ditandai dengan kesulitan tidur dan insomnia. - Risiko tinggi kerusakan integritas jantung
berhubungan dengan efek hipermetabolik (takikardia, fibrilasi atrium, hipertensi sistolik). - Gangguan sensori persepsi (penglihatan)
berhubungan dengan manifestasi okular (eksoftalmus, fotofobia, iritasi mata) pada penyakit Graves.
INTERVENSI KEPERAWATAN
- Kaji status nutrisi: berat badan, pola makan, dan intake harian.
- Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan kebutuhan kalori tinggi.
- Sediakan makanan tinggi kalori, tinggi protein, mudah dicerna, dan dalam porsi kecil namun sering.
- Pantau tanda-tanda malnutrisi (kelemahan, kulit kering, rambut rontok).
- Dorong pasien untuk mencatat asupan makanan.
- Pantau tanda vital, turgor kulit, membran mukosa, dan output urin.
- Observasi adanya diare atau keringat berlebihan.
- Dorong pasien untuk meningkatkan asupan cairan (2–3 liter/hari bila tidak kontraindikasi).
- Catat intake dan output cairan.
- Kolaborasi pemberian cairan intravena bila diperlukan.
- Kaji tingkat ansietas dan faktor pencetus.
- Ciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman.
- Gunakan komunikasi terapeutik untuk memberikan rasa aman.
- Ajarkan teknik relaksasi (pernapasan dalam, distraksi, doa/meditasi).
- Libatkan keluarga sebagai pendukung emosional.
- Kolaborasi pemberian obat antianxietas sesuai indikasi.
- Kaji kebiasaan tidur dan faktor yang mengganggu tidur.
- Ciptakan lingkungan tidur yang tenang, gelap, dan nyaman.
- Anjurkan rutinitas tidur yang konsisten.
- Hindari stimulasi (kafein, aktivitas berat) menjelang tidur.
- Ajarkan teknik relaksasi sebelum tidur.
- Kolaborasi dengan tim medis bila diperlukan obat tidur.
- Pantau tanda vital, irama jantung, dan frekuensi nadi secara berkala.
- Observasi adanya nyeri dada, palpitasi, sesak napas, atau edema.
- Batasi aktivitas berat untuk mencegah peningkatan beban jantung.
- Kolaborasi pemberian obat antitiroid, beta-blocker, atau antiaritmia sesuai indikasi.
- Edukasi pasien untuk melaporkan gejala palpitasi, nyeri dada, atau pusing mendadak.
- Kaji adanya fotofobia, iritasi, penglihatan ganda, dan derajat eksoftalmus.
- Anjurkan penggunaan kacamata hitam untuk melindungi dari cahaya.
- Ajarkan pasien menjaga kelembaban mata dengan tetes air mata buatan.
- Instruksikan pasien tidur dengan kepala lebih tinggi untuk mengurangi edema periorbital.
- Lindungi mata dari trauma atau goresan.
- Kolaborasi dengan dokter mata bila kondisi memburuk.
REFRENSI
- lack, J. M., & Hawks, J. H. (2014). Keperawatan Medikal bedah : Manajemen Klinis untuk Hasil yang Diharapkan, Edisi 8-Buku 2. Jakarta, Indonesia: CV Pentasada Media Edukasi.
- Black, J. M., & Hawks, J. H. (2014). Keperawatan Medikal Bedah : Manajemen Klinis untuk Hasil yang Diharapkan, Edisi 8-Buku 2. Singapura: Elsevier.
- Digiulio, M., Jackson, D., & Keogh, J. (2014). Keperawatan Medikal Bedah, DeMYSTiFieD. Rapha Publishing.
- Hurst, M. (2014). keperawatan medikal bedah. jakarta.
- Nuranif, S.Kep.,Ns, A. H., & S.Kep.,Ns, H. K. (2015). Jogjakarta: Percetakan Medication Publishing Jogjakarta.
- PPNI, T. P. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat.
- RICHARD.L.DRAKE. (2012). dasar dasar anatomi GRAY. SINGAPURA: ELSEVIER.
- Ross, Wilson, Waugh, A., Grant, A., & Nurachman, E. (2017). Dasar-dasar Anatomi dan Fisiologi, Edisi Indonesia ke-12. Singapura: Elsevier.
0 Komentar